Truk pengangkut baru bara melintas di belakang pasar Lakessi, dinilai menimbulkan debu yang menganggu warga.

PAREPARETERKINI.COM — Debu-debu batu bara yang ditimbulkan saat pengangkutan melalui Pelabuhan Cappa Ujung Kelurahan Ujung Sabbang Kecamatan Ujung menuju Desa Polewali Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, mengganggu aktivitas warga sekitar area pelabuhan.

Meski begitu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Parepare menilai itu tidak bisa dikategorikan sebagai pencemaran udara, namun hanya gangguan debu saja.

Kepala DLH Kota Parepare Budi Rusdi, melalui Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLH Kota Parepare, Jenamar Aslan menegaskan, hasil kajiannya memang tidak ada terjadi pencemaran di laut maupun lingkungan sekitar area Pelabuhan Cappa Ujung.

“Sampai sekarang tidak ditemukan ada pencemaran. Kami bisa lihat terkait pencemaran atau kerusakan lingkungan kalau memenuhi kriteria pelanggaran adalah terlampauinya ambang batas baku mutu lingkungan. Dan itu tidak, karena tidak ada aspek yang bisa kita kaji apakah itu melampaui ambang batas baku mutu lingkungan,” tegasnya.

Tidak hanya itu, Jenamar menjelaskan, kalau ada keluhan dari masyarakat itu sebetulnya keluhan gangguan. Tidak sampai pada tercemarnya udara. Sebab, tidak sampai ambang batas baku mutu lingkungan.

“Tidak ada terjadi pencemaran udara di sekitar situ. Memang ada informasi mengenai keluhan masyarakat terkait debu, tapi tidak bisa langsung dikategorikan pencemaran,” jelasnya.

Begitupun di laut, pihaknya tidak menemukan kapasitas besar pertumpahan batu bara di laut. Kalaupun tidak sesuai SOP, pasti yang punya hak kewenangan akan menegur.

“Kecuali dalam pengawasan kita menemukan pertumpahan batu bara dalam kapasitas besar. Kalau ada tumpahan kecil, itu diprediksikan tidak terkontaminasi. Karena Laut bisa mengobati dirinya sendiri apabila kapasitas zat yang tumpah itu kecil,” ungkapnya.

Jenamar menyebut, selama dua hari (Minggu-Senin) lalu sudah lakukan pemeriksaan langsung atau visual di dermaga. Sementara tadi pemeriksaan dokumen amdalnya. Di dalam dokumen lingkungannya, terkait aktivitas bongkar muat batu bara itu bisa, karena multipurpose.

Sementara terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP), kata Jenamar, itu dimiliki oleh pihak perdagangan/penjualan.

“Jadi, memang batu bara itu dimanfaatkan oleh perusahan di luar Kota Parepare yang bekerja sama dengan perdagangan batu bara yang memang telah memiliki IUP, dalam hal perdagangan batu bara Han
Kesesuaian itu yang kami periksa. Dalam aspek Lingkungan. AMDAL dan IUP sudah kita periksa dan memang ada,” jelasnya.

Ia pun berharap ke depan baik dari pihak penyelenggara dalam hal ini perusahaan ekspedisi Bongkar muat dan juga, instansi di kepelabuhanan agar melakukan koordinasi kepada Pemkot agar ke depan dapat dilakukan pengendalian dan pemantauan lebih awal.

“Kalau izin sebetulnya tidak perlu karena daerah otoritas. Kegiatan Kepelabuhanan yang sudah diatur UU Pelayaran dan Peraturan Menteri Perhubungan. Yang bisa itu mengkoordinasikan, agar diawasi dan dipantau lebih awal apabila kendaraan sudah keluar dari kawasan pelabuhan. Karena kalau di dalam kawasan pelabuhan itu otoritas mereka,” urainya.

Terkait apabila terjadi pencemaran lingkungan itu bisa ada penuntutan dari DLH. Meskipun, Panjang prosesnya harus melalui lembaga yang berwenang atau penegakan hukum.

“Ada peraturan yang mengatur hitung-hitung ganti rugi dan itu bisa diterapkan kalau ada bukti kerusakan,” sebut Jenamar.

Sementara, warga sekitar, Rida mengaku di sekitar sini banyak anak-anak bermain. Dan debunya juga bisa menimbulkan dampak pada warga sekitar.

“Jelas kena debu. Cuma kita di sini tidak ada yang mau bagaimana. Apalagi banyak anak-anak di sini,” kata Rida.

Ketua Prodi Kesmas Umpar, Ayu Dwi Putri mengatakan, polusi debu dari batu bara apabila dihirup manusia dalat menimbulkan penyakit.

“polusi debu batu bara juga dapat memicu penyakit pernapasan lainnya, antara lain infeksi saluran pernapasan, bronkitis kronis, hingga penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK,” tandasnya.

Disadur dari: investigasinews